selamat tahun baru

------

rabby

rabby
di tanganmu yang rentang dan terbuka
aku berjalan menggaris jejak

rabby
di kakimu yang telanjang terpacak tegak
aku bersimpuh
mencari diri
sendiri
..............

ketika waktu, kata, dan makna, menyapa

hari ini,
kata tak lagi mampu memikul makna
ketika nurani dalam dekapan sunyi
waktu pun datang menyapa

selamat tahun baru

kawan, perjalanan masih panjang
bersama kita menapak di lorong waktu
menggaris jejak
menghela asa
di antara tapak tapak para pendaki
menuju keabadian

rabby
sertakan kami bersama
mereka yang engkau cintai
dalam ridhamu

Untuk Perantau yang Pulang Kandang

Di Blog ini saya coba nulis semacam catatan harian, seperti yang saya temukan dalam blog lainnya. Mau ikut ikutan. Ini tulisan ketiga saya. Ini dia:

Saya punya teman baik. Dari keluarga Minang, tapi lahir dan besar di Jakarta. Dia merantau di Johor. Sudah puluhan tahun. Darah Minang memang terkenal trahnya marantau. Sekali saya pernah singgah di ”padepokannya”. Orangnya kesufi sufian. Senang Filsafat dan Tasawuf. Alumni pesantren Gontor dan Ushuluddin UIN (hehehe dia gak ikutan JIL rupanya. Masuk ke kotak varian lain.).

Kalau ke Jakarta, dia pasti mampir ke rumah saya. Kadang nginap. Kalaupun tidak mampir, dia pasti ngasih kabar kalau dia sedang di Jakarta. Entah kenapa, katanya, ada ”tarikan” untuk ketemu saya kalau ke Jakarta. Hmmm saya juga tidak tahu. Tentunya saya seneng saja punya teman baik yang memang baik. Kadang kami juga berkirim kabar via email. (Saya tidak perlu cerita kenal dimana dan kapan. Kepanjangan nanti).

Sekitar setahun lalu dia bilang mau pulang kampung. Mau bikin pesantren dengan nama Surau. Ada tanah seluas sekitar 2 hektar. Wakaf/hibah dari ibunya. Rupanya dia serius dengan niatnya itu. Ceritanya, dia sudah keliling ke beberapa pesantren. Untuk belajar dan menimba pengalaman dari para kiyai dalam meminpin pesantren. Dari pesantren kampung sampai yang kota. Dia hanya ketawa ketika ada temannya ngajak dan menawarkan untuk bikin Sekolah Unggulan dengan sistem asrama (broarding school). Lebih ”menjanjikan” tentunya, di sekitar Jakarta. Bukan itu yang dia cari, katanya. Dia pengen bikin Surau di kampung. Lembaga pendidikan surau yang dalam sejarahnya sempat melahirkan ulama dan tokoh kenamaan.

Awal bulan lalu dia mampir sebentar ke rumah saya. Mau terus ke acara lain, katanya. Cuma numpang shalat maghrib dan sempat ngobrol sambil makan malam. Di warung padang, tentunya. hehehe. Saya cuma ngasih oleh2, buku Surau, karangan Azyumardi Azra, orang Minang yang cerdas, mantan rektor UIN.

Kemarin dia bilang, kalau dia sudah bikin blog/website dan tolong kasih masukan. ini weblognya

Ya... beberapa usul dan saran saya sampaikan via email. Kemudian saya susul dengan email lainnya. Ini dia:

Assalamu'alaikum

Sukurlah kalau masukan dari saya untuk Web anda, ternyata anda amini. Sekedar ngasih usul dan saran emang gampang kan. Semua juga bisa.

Saya mau cerita. Hal sepele. Tapi entah kenapa saya jadi ingat Anda. Saya menemukan web/situs yang unik dan misterius. Ini dia:
cabik lunik. sekadar mencatat manusia dan kemanusiaan
ini dia/

Kerja dokumentasi yang perlu ketekunan dan keseriusan. Bekerja di ranah sepi. Dan bisa dipastikan peminatnya juga terbatas. Karena itu si pemiliknya pun tidak merasa perlu menampilkan diri. Niatnya mungkin hanya ingin berbagi dan memberi.

Yang pasti, dia meyakini bahwa pekerjaannya memang perlu dan bermakna. Tidak sia sia. Betapapun sederhananya. Dan pasti bukan satu satunya. Banyak situs/lembaga lain mengerjakan hal serupa. Dia hanya tampil untuk memberikan pilihan. Mungkin hanya sebagai pelengkap. Tapi memang harus ada yang telaten menekuninya. Maka jadilah situs tak bertuan dan sunyi.

Situsnya tanpa ornamen dan asesoris. Desainnya sederhana sekali. Terkesan dingin. Dengan warna dasar coklat tanah. Tapi datanya selalu aktual. Kliping dari beberapa koran Ibu Kota dan Daerah. Hampir seharian saya menikmatinya. Dan ada kerinduan untuk kembali. Ada semangat, dedikasi, dan tentunya juga dana, minimal untuk connect ke internet. Dia pake web, dengan blog gratisan. Mungkin karena dananya terbatas. Yang pasti dia punya stamina yang luar biasa. Menjaga kontinuitas, konsistensi (adwamuha) meski mungki dinilai sepele dan tak seberapa. Sikap dan laku asketisme yang kian langka (zuhud tea).

Entah kenapa saya jadi teringat dan membandingkan dengan situs Anda. ini. Situs Anda yang juga tak bertuan, dan sederhana. Pemiliknya pun tidak mau/malu malu untuk tampil. Lalu saya juga jadi melihat situs yang sunyi itu adalah Surau Anda. Perlu ketekunan mendirikan dan merawatnya, di tengah kesunyian.

Agak samar saya mencium bau sufistik. Dunia yang anda gemari. Yang dingin di permukaan. Tanpa ada riak yang menampilkan gejolak dari kedalaman ruang hatinya. Tapi jika menengok ke dalam. Di sana ada gelegak yang menghentak dan meronta. Dahaga pencari cinta yang merindukan Sang Kekasih. Tak ada lagi yang dia cari. Tak ada lagi yang dia pinta. Tak ada lagi yang dia harap. Bahkan tak ada lagi yang dia miliki. Baginya, semua adalah DIA. Sang Kekasih, yang kadang mendekat dan kadang menjauh.

Di lereng gunung Merapi, si pengelana itu pun menepi. Ia mulai membangun tenda. Dia ingin berteduh dibalik pepohonan. Di tepi hamparan tanah ladang yang terbentang. Dengan secawan asa dia ingin saling mengisi dan saling berbagi. Tak ada yang dia harap. Selain kehadiranNya untuk senantiasa bersama dalam halaqah beserta mereka yang sama sama mau ikut menepi. Menapaki ladang harapan akan Rahmat serta IlmuNya yang terhampar luas. Sejauh mata memandang. Berbatas langit yang tak bertepi.

Perjalalan masih panjang. Kita memang tengah menepi. Sekedar transit. Hanya sesaat.

Hehehe. saya jadi ngelantur. Saya ikutin aja apa kata hati. Asal tulis.

Selamat tahun baru Hijriah. Selamat hijrah menuju tanah harapan. Seperti janji Allah untuk nabinya yang teguh dan tegar, Musa a.s. Mendirikan "tenda peradaban", seperti ”rumah puisi” yang baru dibangun Taufiq Ismail, di Tanah Datar. Tak begitu jauh dari lokasi Surau Anda.
Saya jadi ingat, Taufiq Islamil dalam salah satu puisinya bilang, kira2 begini: Negeri yang centang perentang ini masih bisa tegak berdiri karena doa mereka. Mustadh'afin yang rintihannya menggetarkan Arsy. Karena antara mereka dan Tuhannya tak lagi berjarak.
Hmmm merekalah yang akan Anda sapa. Di lereng Gunung Merapi.
Oke Buya (hehehe, Anda udah pas dipanggil Buya, mantan buaya). Selamat bernawaitu dengan bismillah.

Wassalam


Tapi yang jelas jangan anggap enteng/sepele Web untuk jadi ajang/media promosi (dengan orientasi dakwah tentunya). Potensinya masih terbuka untuk dieksploitasi. Suatu hari, saya bayangkan, situs anda akan jadi tempat orang untuk menepi. Mungkin sekedar transit. Melepas dahaga. Lalu akan kembali, untuk saling berbagi.

Walladzina jahadu fina, lanahdiyannahum subulana, wainnallaha lama’al muhsinin.
Tentang Surau, diantaranya saya menemukan dua tulisan di sini:
Kembali ke Nagari, Kembali ke Surau
di sini

Surau, dan Kerisauan Orang Minang
di sini

TIMUR (ISLAM), BARAT, dan Indonesia

Suatu malam, Nasruddin Khoja (tokoh semacam Abu Nawas) tengah terbungkuk-bungkuk mencari sesuatu di pinggiran jalan yang diterangi lampu, di depan rumahnya.
”Sedang apa kamu?” tanya seseorang yang lewat kepada Nasruddin.
”Sedang mencari cincin mutiaraku yang hilang” jawab Nasruddin.
”Dimana hilangnya?” tanya orang itu lagi.
”Di dalam rumah.”
”Kenapa tidak dicari di dalam rumah. Malah di pinggir jalan?”
”Di dalam rumah gelap. Enakan mencarinya di sini, terang.”

Ini humor (anekdot) sufi. Punya makna yang tersirat. Lewat anekdot, para sufi menyindir keadaan yang perlu diluruskan. Ya... semacam karikatur. Kritikan yang membuat orang tersenyum sambil menertawakan diri atau keadaan sekitarnya. Untuk selanjutnya diharapkan akan muncul pencerahan.

Anekdot sufi di atas ada yang mengartikan bahwa peradaban sekarang telah kehilangan mutiara hikmah, kebijakan (wisdom). Kini kerusakan dalam berbagai sektor/bidang telah semakin tampak akibat eksploitasi alam yang semena mena dari keserakahan tanpa batas. Pemanasan global, konflik, peperangan, kemiskinan, kelaparan, ketimpangan sosial ekonomi, dan kriminalitas dengan segala dampak susulan atau turunannya adalah sekedar contoh yang dapat dilihat dan dirasakan.

Kemudian banyak orang mencari mutiara kebijakan itu pada peradaban Barat yang tampak terang benderang, penuh gemerlap, serba wah dan glamour. Tentu saja mereka tidak akan menemukannya, karena kebijakan yang hakiki, yang dapat menyelamatkan peradaban bukan di sana tempatnya. Tapi di wilayah Timur yang kini terkesan gelap dan tertinggal. Di Timur lah tempat agama agama besar lahir dan berkembang. Bukan di Barat. Keterpukauan pada gemerlap peradaban Barat telah menyesatkan mereka.

Spriritualitas Timur yang kian Populer

Pandangan di atas menarik dan memang ada benarnya. Spritualitas Timur cenderung semakin digandrungi. Yoga dengan filsafat hidup Budha makin populer. Dikabarkan bintang sepakbola Itali Roberto Bagio pun menjadi Budhis. Bukanlah The Beatle pun sempat menyepi ke Tibet dan ngelakoni Yoga. Banyak kasus dan tulisan yang mensinyalir kehidupan modern yang individualis dan kompetitif telah menyebabkan orang menjadi hampa, teralienasi (terasing) dan kehilangan makna dalam hidupnya. Munculnya beberapa ”aliran sesat” di negara maju dengan tokoh kharismatis yang menjanjikan keselamatan kadang mengejutkan, karena diantara pengikutnya banyak dari kalangan terpelajar, terpandang dan kaya. Sederet indikasi sisi gelapnya dunia Barat bisa anda tambahkan di sini, seperti angka kriminalitas, bunuh diri dan lainnya.

Dikabarkan, Islam semakin marak dipeluk masyarakat Barat. Demikian juga al-Qur’an semakin ramai dikaji dan oplah pencetakannya semakin meningkat. Di luar dugaan, pasca tragedi 11 September yang mendeskriditkan Islam sebagai agama teroris, malah banyak orang Barat yang tertarik untuk melihat Islam dari sumber aslinya, lalu terpikat dan banyak yang memeluk Islam.

Teori Pendulum

Peradaban Barat akan runtuh dan Timur akan kembali bangkit telah sering kita dengar. Dengan hingar bingar slogan itu diteriakkan di saat kalender Hijriah, memasuki awal abad ke-14. Bahkan ada yang menganalisa, kebangkitan itu akan lahir dan berkembang di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Saat itu, kajian Islam makin marak di kampus2. sarjana muslim yang kommit pada Islam pun berkembang pesat. Lalu terjadi semacan booming sarjana dan doktor muslim indonesia yang ditandai dengan berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Sampai Suharto pun tak bisa tidak, harus merespon perkembangan ini dengan ”mengakomodasi" kalangan Muslim yang dulu disisihkan.

Lalu bagaimana perkembangnannya sekarang. Setelah sekitar 30 tahun dari awal abad 14 yang dulu diperingati sebagai awal kebangkitan Islam. Masing2 bisa melihatnya dari sudut pandang yang beragam, dari yang pesimis, optimis sampai yang apatis, dan tak ketinggalan juga yang aportunis. Antar negara Islam di Timur Tengah dan sekitarnya seakan kembali memperlihatkan watak asli budaya aslinya di masa pra Islam. Tercabik dalam perselisihan dan konflik antar aliran, faksi atau kelompok di interan dan antar negara . Benturan antar aliran seperti Syi'ah dan Sunny, antar blok garis yang anti Barat dan pro (boneka) Barat, seperti tampak dalam menyikapi tragedi serangan Amerika ke Irak. Arab Saudi sendiri menyediakan fasilatas dan mendukungya.

Pusat2 peradaban, memang seakan selalu bergilir. Peralihan itu selalu ditandai dengan meredup atau hancurnya peradaban suatu bangsa/kawasan dan bangkitnya perabadan pada bangsa/kawasan lain. Seakan ada secamam titik jenuh ketika suatu peradaban telah sampai pada puncak kulminasinya. Kemudian grafiknya menurun, bahkan ada yang hancur dan jejaknya sulit ditemukan lagi.

Peradaban Mesir Kuno yang begitu megah dan bertahan selama berabad abad, akhirnya hancur. Spink dan Piramida menjadi salah satu saksi bisu. Demikian juga dengan kerajaan Romawi yang megah dan kokoh. Lalu dari gersangnya gurun pasir yang terkoyak dalam kabilah2 terpecah dan yang saling bantai, muncul peradaban Islam yang mengagumkan. Toh setelah sekian abad akhirnya redup juga, untuk kemudian beralih ke kawasan Barat yang hingga kini masih menjadi pusat peradaban dan ”memimpin” dunia.

Orang biasa menyebut pergeseran atau peralihan semacam ini sebagai teori pendulum. Bandul jam yang selalu berayun, dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Dalam pribahasa kita juga ada ungkapan yang pengertiannya mirip: roda pedati selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.

Dalam al-Quran ada firman Alllah yang mengisyaratkan terori pendulum dalam peradaban ini. ”Hari-hari kemenangan itu, akan kami pergilirkan diantara manusia” (selengkapnya baca: Q.S. Ali ’Imran: 140.). di ayat lain, al-Quran juga berulang kali menceritakan (kisah) bangsa yang hancur/dihancurkan. Lalu mengingatkan untuk menjadikannya sebagai pelajaran (’ibrah), agar tidak bernasib sial dan hancur seperti mereka.

Arah Bandul Peradaban

Kini dunia tengah dilanda krisis ekonomi. Awalnya dari Amerika, yang kini tengah memimpin dunia. Negara adidaya yang seakan bisa mendikte arah peradaban dunia. Lalu banyak pengamat yang meramalkan sebagai pertanda keruntuhan peradaban Barat (Amerika) dan bandul perabadan akan beralih ke kawasan/negara lain. Ada yang bilang ke Cina yang perkembangannya ekonominya meningkat pesat. Dia sukses menyelenggarakan Olympiade yang memukau dunia. Ada juga yang bilang akan beralih ke kawasan Amerika Latin yang bangkit dan bergairah dengan ekonomi sosialismenya. Lalu bagaimana dengan negara-negara/kawasan Islam sendiri?

Adakah ini pertanda bahwa Barat akan runtuh? Atau hanya sekedar lagi kena musibah saja, sekedar batuk pilek, lalu mereka pun akan bangkit kembali dan sanggup memperbaiki sistem ekonomi dan kinerjanya. Bukankah kapiltalisme memang selalu mengalami perubahan dan penyempurnaan. Demikian juga dengan sosialisme seperti yang tampak di kawasan Amerika Latin sekarang.

Tak ada yang pasti dan abadi dalam kehidupan ini selain perubahan. Dan Allah hanya akan merubah suatu kaum jika dia berusaha untuk merubah apa yang ada dalam diri kaum tersebut. Jangan berharap se suatu dengan hanya duduk dan termangu (apalagi jika sambil berprilaku ngaco yang merusak. Siapa yang menanam, dia akan menuai).

Bagaimana dengan Indonesia?

Bagaimana dengan Indonesia tercinta? Pemilu diambang pintu. Kita akan memilih pemimpin baru. Dan al-Quran mengingatkan kita, bahwa kehancuran akan menimpa suatu kaum ketika para pemimpinnya zalim, brengsek dan bejat moralnya. Kita tetntunya aberharap ada perubahan bagi perbaikan. Terlalu lama negara kita ini selalu dlaam keterpurukan. Saya hanya berharap, perubahan itu tidak terjadi lewat revolusi sosial. Biaya kemanusiaannya terlalu mahal. Mengerikan. Tapi revolusi sosial adalah bagian dari hukum sosial seperti yang kita saksikan dalam sejarah. Dan jika itu terjadi? Al-Qu’an juga mengingatkan, akibatnya akan menimpa semua lapisan masyarakat. Tidak hanya menimpa mereka yang bejat moralnya.