TIMUR (ISLAM), BARAT, dan Indonesia

Suatu malam, Nasruddin Khoja (tokoh semacam Abu Nawas) tengah terbungkuk-bungkuk mencari sesuatu di pinggiran jalan yang diterangi lampu, di depan rumahnya.
”Sedang apa kamu?” tanya seseorang yang lewat kepada Nasruddin.
”Sedang mencari cincin mutiaraku yang hilang” jawab Nasruddin.
”Dimana hilangnya?” tanya orang itu lagi.
”Di dalam rumah.”
”Kenapa tidak dicari di dalam rumah. Malah di pinggir jalan?”
”Di dalam rumah gelap. Enakan mencarinya di sini, terang.”

Ini humor (anekdot) sufi. Punya makna yang tersirat. Lewat anekdot, para sufi menyindir keadaan yang perlu diluruskan. Ya... semacam karikatur. Kritikan yang membuat orang tersenyum sambil menertawakan diri atau keadaan sekitarnya. Untuk selanjutnya diharapkan akan muncul pencerahan.

Anekdot sufi di atas ada yang mengartikan bahwa peradaban sekarang telah kehilangan mutiara hikmah, kebijakan (wisdom). Kini kerusakan dalam berbagai sektor/bidang telah semakin tampak akibat eksploitasi alam yang semena mena dari keserakahan tanpa batas. Pemanasan global, konflik, peperangan, kemiskinan, kelaparan, ketimpangan sosial ekonomi, dan kriminalitas dengan segala dampak susulan atau turunannya adalah sekedar contoh yang dapat dilihat dan dirasakan.

Kemudian banyak orang mencari mutiara kebijakan itu pada peradaban Barat yang tampak terang benderang, penuh gemerlap, serba wah dan glamour. Tentu saja mereka tidak akan menemukannya, karena kebijakan yang hakiki, yang dapat menyelamatkan peradaban bukan di sana tempatnya. Tapi di wilayah Timur yang kini terkesan gelap dan tertinggal. Di Timur lah tempat agama agama besar lahir dan berkembang. Bukan di Barat. Keterpukauan pada gemerlap peradaban Barat telah menyesatkan mereka.

Spriritualitas Timur yang kian Populer

Pandangan di atas menarik dan memang ada benarnya. Spritualitas Timur cenderung semakin digandrungi. Yoga dengan filsafat hidup Budha makin populer. Dikabarkan bintang sepakbola Itali Roberto Bagio pun menjadi Budhis. Bukanlah The Beatle pun sempat menyepi ke Tibet dan ngelakoni Yoga. Banyak kasus dan tulisan yang mensinyalir kehidupan modern yang individualis dan kompetitif telah menyebabkan orang menjadi hampa, teralienasi (terasing) dan kehilangan makna dalam hidupnya. Munculnya beberapa ”aliran sesat” di negara maju dengan tokoh kharismatis yang menjanjikan keselamatan kadang mengejutkan, karena diantara pengikutnya banyak dari kalangan terpelajar, terpandang dan kaya. Sederet indikasi sisi gelapnya dunia Barat bisa anda tambahkan di sini, seperti angka kriminalitas, bunuh diri dan lainnya.

Dikabarkan, Islam semakin marak dipeluk masyarakat Barat. Demikian juga al-Qur’an semakin ramai dikaji dan oplah pencetakannya semakin meningkat. Di luar dugaan, pasca tragedi 11 September yang mendeskriditkan Islam sebagai agama teroris, malah banyak orang Barat yang tertarik untuk melihat Islam dari sumber aslinya, lalu terpikat dan banyak yang memeluk Islam.

Teori Pendulum

Peradaban Barat akan runtuh dan Timur akan kembali bangkit telah sering kita dengar. Dengan hingar bingar slogan itu diteriakkan di saat kalender Hijriah, memasuki awal abad ke-14. Bahkan ada yang menganalisa, kebangkitan itu akan lahir dan berkembang di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Saat itu, kajian Islam makin marak di kampus2. sarjana muslim yang kommit pada Islam pun berkembang pesat. Lalu terjadi semacan booming sarjana dan doktor muslim indonesia yang ditandai dengan berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Sampai Suharto pun tak bisa tidak, harus merespon perkembangan ini dengan ”mengakomodasi" kalangan Muslim yang dulu disisihkan.

Lalu bagaimana perkembangnannya sekarang. Setelah sekitar 30 tahun dari awal abad 14 yang dulu diperingati sebagai awal kebangkitan Islam. Masing2 bisa melihatnya dari sudut pandang yang beragam, dari yang pesimis, optimis sampai yang apatis, dan tak ketinggalan juga yang aportunis. Antar negara Islam di Timur Tengah dan sekitarnya seakan kembali memperlihatkan watak asli budaya aslinya di masa pra Islam. Tercabik dalam perselisihan dan konflik antar aliran, faksi atau kelompok di interan dan antar negara . Benturan antar aliran seperti Syi'ah dan Sunny, antar blok garis yang anti Barat dan pro (boneka) Barat, seperti tampak dalam menyikapi tragedi serangan Amerika ke Irak. Arab Saudi sendiri menyediakan fasilatas dan mendukungya.

Pusat2 peradaban, memang seakan selalu bergilir. Peralihan itu selalu ditandai dengan meredup atau hancurnya peradaban suatu bangsa/kawasan dan bangkitnya perabadan pada bangsa/kawasan lain. Seakan ada secamam titik jenuh ketika suatu peradaban telah sampai pada puncak kulminasinya. Kemudian grafiknya menurun, bahkan ada yang hancur dan jejaknya sulit ditemukan lagi.

Peradaban Mesir Kuno yang begitu megah dan bertahan selama berabad abad, akhirnya hancur. Spink dan Piramida menjadi salah satu saksi bisu. Demikian juga dengan kerajaan Romawi yang megah dan kokoh. Lalu dari gersangnya gurun pasir yang terkoyak dalam kabilah2 terpecah dan yang saling bantai, muncul peradaban Islam yang mengagumkan. Toh setelah sekian abad akhirnya redup juga, untuk kemudian beralih ke kawasan Barat yang hingga kini masih menjadi pusat peradaban dan ”memimpin” dunia.

Orang biasa menyebut pergeseran atau peralihan semacam ini sebagai teori pendulum. Bandul jam yang selalu berayun, dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Dalam pribahasa kita juga ada ungkapan yang pengertiannya mirip: roda pedati selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.

Dalam al-Quran ada firman Alllah yang mengisyaratkan terori pendulum dalam peradaban ini. ”Hari-hari kemenangan itu, akan kami pergilirkan diantara manusia” (selengkapnya baca: Q.S. Ali ’Imran: 140.). di ayat lain, al-Quran juga berulang kali menceritakan (kisah) bangsa yang hancur/dihancurkan. Lalu mengingatkan untuk menjadikannya sebagai pelajaran (’ibrah), agar tidak bernasib sial dan hancur seperti mereka.

Arah Bandul Peradaban

Kini dunia tengah dilanda krisis ekonomi. Awalnya dari Amerika, yang kini tengah memimpin dunia. Negara adidaya yang seakan bisa mendikte arah peradaban dunia. Lalu banyak pengamat yang meramalkan sebagai pertanda keruntuhan peradaban Barat (Amerika) dan bandul perabadan akan beralih ke kawasan/negara lain. Ada yang bilang ke Cina yang perkembangannya ekonominya meningkat pesat. Dia sukses menyelenggarakan Olympiade yang memukau dunia. Ada juga yang bilang akan beralih ke kawasan Amerika Latin yang bangkit dan bergairah dengan ekonomi sosialismenya. Lalu bagaimana dengan negara-negara/kawasan Islam sendiri?

Adakah ini pertanda bahwa Barat akan runtuh? Atau hanya sekedar lagi kena musibah saja, sekedar batuk pilek, lalu mereka pun akan bangkit kembali dan sanggup memperbaiki sistem ekonomi dan kinerjanya. Bukankah kapiltalisme memang selalu mengalami perubahan dan penyempurnaan. Demikian juga dengan sosialisme seperti yang tampak di kawasan Amerika Latin sekarang.

Tak ada yang pasti dan abadi dalam kehidupan ini selain perubahan. Dan Allah hanya akan merubah suatu kaum jika dia berusaha untuk merubah apa yang ada dalam diri kaum tersebut. Jangan berharap se suatu dengan hanya duduk dan termangu (apalagi jika sambil berprilaku ngaco yang merusak. Siapa yang menanam, dia akan menuai).

Bagaimana dengan Indonesia?

Bagaimana dengan Indonesia tercinta? Pemilu diambang pintu. Kita akan memilih pemimpin baru. Dan al-Quran mengingatkan kita, bahwa kehancuran akan menimpa suatu kaum ketika para pemimpinnya zalim, brengsek dan bejat moralnya. Kita tetntunya aberharap ada perubahan bagi perbaikan. Terlalu lama negara kita ini selalu dlaam keterpurukan. Saya hanya berharap, perubahan itu tidak terjadi lewat revolusi sosial. Biaya kemanusiaannya terlalu mahal. Mengerikan. Tapi revolusi sosial adalah bagian dari hukum sosial seperti yang kita saksikan dalam sejarah. Dan jika itu terjadi? Al-Qu’an juga mengingatkan, akibatnya akan menimpa semua lapisan masyarakat. Tidak hanya menimpa mereka yang bejat moralnya.

Tidak ada komentar: