Tuhan yang (juga) Menghukumi dan Memihak

“Tak ada Tuhan di Gaza,” demikian judul sebuah tulisan dalam bentuk puisi di sebuah blog. Penulisnya bersikap netral dalam kasus Gaza. Kenapa? Inilah bagian dari puisinya:

tak ada Tuhan di Gaza
karena bagaimana Dia bisa ada
jika semua melulu bersengketa
semua penuh murka

maka bagaimana tuhan bisa ada?

Dia hadir di rasa cinta
menjaga dan mau kerjasama
mencari temu dan terus berusaha
tak letih apalagi mengorbankan jiwa

tak ada tuhan di Gaza
hanya kebencian yang dipelihara
agama ditunggangi dendam membara
dari rasa gagal mengolah negara

Demikian sebagian dari pusinya yang menjelaskan kenapa dia bersikap netral. (kalau mau baca selengkapnya, tanya saja sama Mbah Google ya).

Mari kita diskusikan pandangan yang terkesan sangat humanis semacam ini.

Kita bisa “melihat” Tuhan dalam arti: (1) Tuhan sebagai konsep ajaran agama, dengan segala FirmanNya. (2) Tuhan dalam persepsi pribadi pemeluknya. (Tuhan yang hadir dalam diri personal). Lalu, (3) Tuhan sebagaimana dihayati dalam bingkai komunalitas (kondisional dan situasional), Juga (4) Tuhan yang diidealkan dalam diri personal atau komunal. (Mungkin juga ada katagori lainnya). Dalam konteks inilah Allah dalam hadits Qudsi bilang, “Aku adalah sebagaimana dugaan (imajinasi) hambaKu terhadap Aku”. Religiusitas manusia dalam menghayati dan mempersepsi Tuhannya memang beragam.Demikian juga kita bisa bedakan antara agama sebagai ajaran (ideal) dan agama sebagai sejarah (agama yang hadir dalam realitas, yang dipraktikkan). Selalu ada jarak antara yang ideal dan realitas yang aktual.

“Tak Ada Tuhan di Gaza”, adalah dalam konteks Tuhan pada 2 dan 4 sesuai persepsi penulisnya. Tuhan dalam persepsi si penulisnya, dan yang diharapkan untuk "hadir" di Gaza, adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Penuh Cinta Damai. Karena itu maka ia bilang "Tidak ada Tuhan di Gaza", sebab yang ada di sana hanyalah amarah, konflik, dan peperangan. Harapan si penulis tersebut tentu sangat baik dan mulya, seperti yang juga jadi harapan kita semua, yaitu tercapainya perdamaian abadi di Gaza.

Tapi di sini ada yang perlu "diluruskan”. Selain Maha Pengasih dan Penyayang, Tuhan juga Maha Menghukumi dan Maha Adil. Ya... Tuhan menghukum mereka yang melanggar aturan-Nya dan melampaui batas. Tuhan tidak hanya menjanjikan sorga, tetapi juga neraka. Bahkan Allah mengingatkan bahwa Dia: Syadidul 'Iqab (Maha dahsyat siksaannya). Dengan kata lain, Tuhan juga memihak dan kita tidak bisa melepas kacamata nurani dan moral/norma dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan sebagai warga dunia. Ada yang hak dan yang bathil, salah dan benar. Lalu perlu aturan hukum dan pelaksananya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dengan otoritas dan kekuatan yang “memaksa”. Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), PBB dan Mahkamah Internasional adalah salah satu bentuk dari rumusan etika atau lembaga yang lahir dari kesepakatan warga dunia untuk memelihara perdamaian.

Bagaimana sebaiknya kita mempersepsikan Tuhan? Saya kira pengetahuan kita tentang Tuhan terbatas pada informasi dari Tuhan sendiri yang mengenalkan diriNya dalam kitab suci atau rujukan utama setiap agama. Dalam ajaran Islam, ya melalui al-Qur'an dan Hadits. Dalam literatur Islam kita mengenal "asma'ul husna" (nama nama Allah yang Indah) sebanyak 99 nama atau sifat Allah. Pengetahuan ini tentunya dalam konteks konsep Tuhan dalam ajaran Islam. Di sinipun kita temukan beragam pandangan dan tafsiran pada beberapa aliran/mazhab. Adapun bagaimana Tuhan sendiri "hadir" dalam diri kita, tentu saja sangat beragam sesuai dengan kapasitas dan keunikan masing masing personaliti setiap pemeluk. Rasulullah mengingatkan bahwa keimanan itu bisa bertambah dan berkurang (yazdadu wayanqus). Hubungan dan kesadaran kita tentang Tuhan adakalnya dekat, dan kadang jauh (seperti yang dilantunkan Bimbo).

Kembali ke masalah Gaza, teman wartawan yang pernah meliput perang di Libanon dan Palestina berturur, Palestina memang tanah harapan yang tercabik. Konfliknya multi dimensional. Senjata ada di mana mana. Sopir taksi yang dia tumpangi pun membawa senjata AK. Tembakan ke udara, kaya petasan saja, sebagai ungkapan amarah, lagi pesta, atau sekedar iseng. Sebagai legitimasi (pembenar) atas tindakannya, seseorang bisa menganasnamakan agama, tuhan, ideologi atau kepentingan dalam berperang. Dalam hal ini kita bisa menengok para nilai nilai kemanusiaan sebagai patokan. Karena Tuhan manapun dan nurani manusia selalu menyuarakan untuk berprikemanusiaan yang adil dan beradab.

Masalah kemanusiaan bersifat universal, lintas agama, etnis, bangsa, dan negara. Demo yang mengutuk Israel di berbagai belahan dunia (juga ketika Amerika menginvasi Irak) adalah suara nurani yang menghujat pembantaian Israel di Gaza. Ali Shari’ati dengan lugas menegaskan bahwa Allah bersama kaum yang tertindas (mustadh’afin), dan setiap Muslim harus memiliki kepedulian serta keberpihakan untuk membela mereka.

Israel adalah agresor, penjajah dan pembantai. Palestina adalah yang terampas dan terhempas dari tanah kelahirannya. Israel membantai warga sipil, wanita, dan anak-anak, menutup akses relawan dan bantuan kemanusiaan, menggunakan zat kimia yang terlarang dalam perang, mengabaikan himbauan PBB, dan kesadisan lainnya yang telah berulangkali dia lakukan.

Pantaskah kita bersikap netral? Apalagi jika sampai menjadi pembela Israel. Tuhan macam apa jika menjadi pembela dan menyertai penjajah serta pembantai macam Israel. Bahkan kalangan rahib Yahudi pun banyak yang menghujat Zionis Israel.

Rasulullah mengingatkan bahwa melawan kemungkaran dengan hati adalah selemah lemahnya iman. Lalu apa artinya keimanan kita jika hati kita tak terusik untuk melakukan perlawanan, pada bentuk kedhaliman, penindasan, dan pembantaian yang dilakukan Israel pada warga Palestina yang jelas dan nyata. Wallahu 'alam.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam 'alaik..saya belum baca isi materi postingan saudara rozan, tapi saya ngambil kesimpulan dari judulnya saja. kalau tuhan disuatu tempat menghukum dan memihak sebenarnya tuhan sudah 'tidak ada' ditempat itu. keberpihakan dan hukuman tuhan sebenranya sudah disampaikan dalam buku panduannya yakni alqur'an. semua jawabanya ada disana. Pertanyaan sudahkah kita pakai panduan itu?. saya kira itu mas rozan..wss

mencari islam mengatakan...

@abu moesa

Wa'alaika salam.

Ya, betul, Quran memuat keterangan tentang hukum hukum Allah, dan menegaskan keberpihakanNya pada orang2 yang menjalankannya.

Dalam postingan ini kita lagi membicarakan Tuhan yang "hadir" dalam kesadaran atau persepsi diri kita. Al-quran mengingatkan ada orang orang yang "melupakan" Allah. Al-qur'an juga mengingatkan kita, "kemana pun engkau menghadapkan wajahmu, di sana ada wajah (zat) Allah. Tentunya Allah melampaui ruang dan waktu. Dia ada di mana-mana. Karena itu kita diharuskan untuk "berzikir" agar Allah selalu hadir dalam kesadaran kita dan menyertai kita.
Betul gak?

Mas Abu, diskusinya akan lebih sip kalau anda sempat baca dulu postingannya. Saya tunggu ya.

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Wassalam.